Skip to main content

Film Tiga : Sebuah Penerawangan Yang Bisa Jadi Renungan

Seram sih jika penerawangan Anggy Umbara lewat film 3 itu benar-benar jadi nyata. Betapa tidak ya, di tahun 2036, negeri ini tak lagi menjunjung agama sebagai tuntunan hidup, bahkan aktualisasi beragama sangat dibatasi hingga akhirnya kekacauan di mana-mana terjadi. Hak asasi menjadi prioritas nomor wahid. Penegak hukum tak lagi boleh gunakan peluru tajam, dan orang akan malu hanya sekedar untuk jalankan ibadah.

Cukup menarik jika mengupas sedikit tentang film 3 ini, mudah-mudahan sih enggak spoiler. Tapi satu hal yang membuat saya berpikir itu, jika memang kita mulai lupa agama, kayaknya apa yang digambarkan pada 21 tahun ke depan, maka bukan tak mungkin, orang makin lepas kendali dan chaos makin menjadi-jadi.

Bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi, dengan belaian konspirasi, maka bisa jadi orang akan buta untuk membedakan mana yang hak dan mana yang bathil.

Kembali lagi ah ke filmnya, gak sabar pengen kasih komentar dari hari Sabtu malam sebenarnya, akan tetapi karena satu dua hal maka baru kali ini bisa menulis. Benar kata Mas Verdi Solaiman (salah satu pemeran film 3), saat saya temui sebelum nonton film ini di Bekasi. Kata dia, kalo udah nonton film ini pasti pengen segera menulis..Yup bener banget. Setidaknya saya sih sudah menulis belasan komentar positif di twitter untuk mengekspresikan betapa excited-nya saya usai melahap film berdurasi dua jam ini.

Filosofi Judul

Hal pertama yang saya lihat adalah dari judulnya. Dengan penggambaran angka tiga seperti menyerupai bentuk karambit, itu sudah membuat mata saya tertusuk dan semangat untuk segera menontonnya.
Ternyata, “tiga” adalah representasi dari tiga karakter yang namanya diambil dari tiga huruf dalam Al Quran yang jadi pembuka surah Al Baqarah yaitu Alif, Lam dan Mim. Tiga karakter ini masing-masing alif, lam dan mim. Jujur, saya pun tak tahu makna sesungguhnya dari ketiga huruf ini. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui.
Seorang Anggy Umbara menerjemahkan tiga huruf ini dalam pendekatan yang lebih normatif, seperti : Alif itu lurus, lam itu agak fleksibel udara, dan mim itu merunduk dan terlihat mengalir seperti air.
Ketiga karakter ini, disusun sedemikan rupa dalam satu bungkus plot yang mengangkut isu tentang konspirasi tingkat tinggi, termasuk melibatkan isu-isu agama.

Plot Kaya Twist
Pada intinya, dari sudut pandang saya, film ini menempatkan tiga tokoh utama dengan beda profesi dan misi dibalut dalam sebuah konflik yang dilahirkan dari konspirasi sangat tiggi yang menginginkan negara ini hancur.

Ketiga karakter ini  bersahabat sejak kecil ingin membuktikan sebuah kebenaran sesuai dengan jati diri mereka masing-masing. Cornelio Sunny sebagai Alif ingin membuktikan bahwa ia adalah penegak hukum yang jujur dan berani, sedangkan Abimana sebagai Lam ingin membuktikan pada dunia bahwa dengan tulisan ia bisa memberikan makna untuk kehidupan, karena ia ingin memberikan fakta dan tak ingin menjual kebohongan, sedangkan Agus Kuncoro yang memerankan karakter Mim, menyuarakan kebenaran melalui paham Islam yang seutuhnya dan ia tularkan pada para santri di sebuah pondok pesantren.

Ketiganya dihadapkan pada situasi yang bertabrakan, karena di satu sisi Alif sang penegak hukum diberikan mandat untuk membumihanguskan symbol agama yang dianggap menjadi biang kerusakan sedangkan di sisi lainnya, Lam ingin menjadi penengah dan mencari kebenaran sesungguhnya, sedangkan Mim tetap ingin mempertahankan kebenaran yang ia yakini

Raising conflix muncul ketika sebuah café di bom, dan pelakunya mengarah pada kalangan pesantren yang menjadi tempat pengabdian Mim. Kejadian ini membuat penegak hukum via Alif menyerang pesantren dan di sinilah Alif Vs Mim mulai memanas.
Di tengah konflik yang kian tajam, munculah Mim yang terus kasak kusuk untuk mencari fakta sesungguhnya hingga akhirnya ketiganya berhasil menemukan kebenaran sesungguhnya dan sampai akhirnya mereka tahu harus berperang melawan siapa. 

Banyak twist yang tersaji dalam film ini, seperti siapa sesungguhnya Laras, atau siapa sesungguhnya si Tanta Ginting yang saya lupa dia memerankan sebagai siapa. Perannya sangat mencuri perhatian, karena sejatinya ia adalah salah satu master mind yang membuat konflik tingkat tinggi ini terjadi.

Bagi anda yang sudah nonton filmnya, pasti tak akan lupa adegan mencekik di last fight Alif dengan si Tanta ini…Ngeriiii. heheh

Pesan Kuat

Satu hal yang kena di hati saya, memang film ini menuntun kita untuk tidak gampang terjebak dengan isu-isu kekerasan atau apapun yang negative yang dicitrakan dengan agama tertentu.  Sikap rasional penting harus dikedepankan, dan jangan mudah termakan oleh doktrin yang mengaburkan.
Secara lebih spesifik disampaikan dalam film ini bahwa Islam itu indah, islam itu menolong sesama, dan Islam itu jelas melindungi yang tertindas, tetap menjunjung hukum di tengah kondisi yang serba tak pasti. 

Adegan Fight Silat Panglipur Sangat Menghibur

Tak salah sih, Anggy menggaet Kang Cecep untuk membuat koreo fight yang cukup banyak di film ini. Adegan berantem emang bener-bener real dan gak terjadi sekonyong-konyong terjadi begitu aja. Semua adegan fight di sini sesuai dengan sebab dan akibat. Dan memang dari segi cerita dikisahkan bahwa di tahun 2036 ini, aparat tidak diperkenankan memegang senjata dengan peluru tajam sehingga beladiri menjadi sebagai kebutuhan yang sangat dikedepankan di tengah masyarakat.

Silat panglipur benar-benar membuat mata saya dimanjakan. Adegan perkelahiannya cukup mendekati real, dengan variasi yang baik, dan tidak berlebihan. Yang saya cukup kurang sehati adalah, ketika banyaknya adegan fight dengan efek slow motion. Jadi saya pikir, slow mo boleh lah, tapi hanya yang sifatnya epic atau dramatic aja fightnya. Saya mencatat, ada belasan adegan adu pukul yang pakai slow mo…tapi over all, keren lah adegan fightnya.


Terakhir, mungkin jika harus saya memberikan nilai pada film ini. Saya akan berikan bintang empat dari skala bintang lima. Mengapa? Karena film ini secara sederhana telah memenuhi dua kebutuhan saya, pertama hiburan dan yang kedua pesan moral yang disampaikan juga begitu kuat. Good Job bung Anggy..saya tunggu sekuelnya yaaaa…

Comments

Popular posts from this blog

Sepeda Ban Gede Enggak Bikin Cape

 Sepeda gendut atau fatbike masih tergolong minim penggemarnya. Hal ini bisa dilihat dari eksistensinya di jalanan, jarang sekali kita lihat sepeda jenis ini. Banyak yang beranggapan, berat lah, capek lah, dan lain-lain sebagainya. Saat orang bilang demikian, saya juga sempet mikir, iya juga kali ya. Apalagi review di Youtube itu sangat sedikit tentang sepeda beginian.  Nah, saya sebenarnya sudah mengincar sepeda gendut ini sejak 3 tahunan lalu. Saat awal-awal pandemi, di mana sepeda jadi booming, dan harganya gila-gilaan. Saat itu, sebenarnya pengen banget meminang sepeda gendut ini, namun karena beberapa alasan akhirnya saya lewatkan. Tapi, dalam tiga tahun itu, saya selalu iseng untuk stalking foto-foto orang lagi gowes pakai sepeda gendut ini.  Keinginan untuk memiliki si sepeda gendut ini kembali muncul di tahun 2023. Bahkan ngebet banget sampai-sampai harus membangun birokrasi yang lebih intensif dan komprehensif dengan  istri tercinta hehehe, untuk bisa membawa si sepeda gendut

Namanya Satria Keenan Arrais

9 bulan 5 hari,  tepat pada tanggal 2 Februari 2013 akhirnya jagoan saya menyapa dunia. Namanya Satria Keenan Arrais, yang artinya seorang pejuang yang memiliki visi tajam dan seorang pemimpin. Tepat lahir di dunia saat azan subuh, hati saya bergetar, senyum terkembang, dan rasa syukur tak terhingga selalu dipanjatkan kepada Allah SWT. Air mata bahagia bercucuran, lalu mengumandangkan azan sambil nangis, gak peduli nadanya fals dan tidak beraturan. Hehe Keenan merupakan anugerah terindah yang pernah saya dapatkan di dunia ini. Ini adalah titipan Allah yang sangat berharga. Campur aduk haru bahagia, tapi di sisi lain,saya harus siap menerima amanah yang maha dahsat ini. Bagaimana tidak, sepanjang hayat saya, saya harus bisa mendidik, membimbing, dan mengarahkan buah hati ini untuk menjadi seseorang yang berakhlak mulia. Proses persalinan istri saya membuahkan cerita unik tersendiri. Tanggal 1 Februari 2013, rencananya saya akan pulang ke Wonogiri mengantarkan istri saya. Karen

Momentum

 Tanggal 1 Juni 2023 akan selalu menjadi pengalaman yang menjadi pelajaran berharga bagi saya.  Bersepeda harusnya menjadi momentum berbahagia, tapi justru ini menjadi nestapa. Kenapa? ya karena karena kurangnya waspada saya kehilangan tas dan seisinya, yaitu dompet berisi surat penting dan ponsel.  Tentu, ini menjadi pelajaran yang sangat mahal bagi saya, keluarga dan orang-orang terdekat saya, agar selalu hati-hati dan waspada dalam menjalankan segala aktivitas.  Pada intinya, saya dijambret. Modusnya, pelaku menggunakan sepeda motor, memepet, meneriaki, dan menepuk pundak saya hingga blank sekitar 2-3 detik, lalu mengambil tas selempang yang melekat di badan. Meski sempat melakukan perlawanan dan berusaha mempertahankan tas, tapi apa daya, momentum itu berada di tangan si penjambret. Momentum hilang tas pun melayang.  Dari situ, saya terus menganalisis dari kejadian yang saya alami. Ternyata momentum itulah yang sangat krusial. Karena seharusnya, dalam momentum kontak mata yang hany