Tujuh puluh tahun negeri ini sudah dinyatakan merdeka dari penjajahan bangsa asing. Namun, serbuan sindikat narkoba internasional membuat negeri ini masih
perlu berjuang lebih kuat agar republik tercinta ini bisa merdeka dari jeratan
sindikat. Menghadapi tantangan demikian,
diperlukan rakyat yang bergerak dengan sigap, mencegah dengan mantap, merehab
dengan hebat sehingga para bisnis haram para bandar kian lemah hingga sekarat
lalu segera minggat.
Pergerakan
yang revolusioner dan monumental memang tak bisa ditawar-tawar lagi. Dalam tiga
bulan terakhir saja, Indonesia, khususnya Jakarta diguyur ratusan kilogram
narkoba jenis sabu dari Guangzhou. Tak kurang dari satu kuintal berhasil disita
oleh BNN, belum lagi sabu atau narkoba lainnya yang disita oleh penegak hukum
lainnya.
Serbuan
narkoba yang bergelombang seperti tsunami ini jelas membuktikan pangsa pasar
narkoba di negeri ini sangatlah tinggi. Angka
empat juta yang sering disebut-sebut memang bukan khayalan belaka, buktinya,
narkoba terus menerus masuk ke nusantara tanpa kenal kompromi.
Kondisi
darurat sudah didengung-dengungkan oleh panglima tertinggi Presiden Jokowi. Pertanyaannya,
apakah semua elemen bangsa ini sadar akan bahaya yang jelas-jelas bisa
merobohkan integritas bangsa, dan ketahanan nasional negeri ini ?
Presiden
Jokowi, dalam pidatonya pada puncak Hari Anti Narkoba Internasional (HANI 2015)
lalu jelas mengatakan, daya rusak narkoba sungguh dahsyat sehingga dapat
melumpuhkan daya saing bangsa ini.
Dalam
satu pesannya, Presiden RI menyebutkan, perlunya pencegahan yang
berkesinambungan dan kerja sama lintas
sektor, beserta semua unsur bangsa yang dimaksimalkan.
Satu
hal yang pasti, mengatasi narkoba bukan untuk ajang bagi BNN untuk berdiri dan berlari seorang diri paling depan bak
jagoan. Tidak seperti itu, sama sekali bukan seperti itu. Patut menjadi
perhatian bahwa BNN didapuk menjadi leading
sector untuk merekatkan semua unsur,
membukakan mata semua aparat negara termasuk para penegak hukumnya,
membangkitkan rakyat Indonesia untuk bersama-sama menguatkan barisan, menajamkan
persepsi, dalam rangka menuntaskan masalah narkoba.
Ada
sebuah ungkapan dari Kepala BNN, DR Anang Iskandar yang cukup menarik untuk dikutip, ia
mengungkapkan, keberhasilan penanggulangan narkotika bukan semata-mata dengan
gagah berani menghancurkan sindikat hingga ke akar-akarnya, atau banyaknya barang
bukti yang berhasil diungkap. Kesuksesan sejati
terpancar jika
seluruh rakyat di republik ini bisa melakukan proteksi dini dengan cara
pencegahan baik untuk diri dan lingkungannya, dan juga bisa menyelamatkan
sesamanya yang sudah terlanjur kecanduan narkoba.
Pernyataan
ini bukan berarti menafikan kegigihan para pejuang pemberantasan yang berada di
jajaran penyidik hingga sang hakim di pengadilan karena pada dasarnya, upaya
penegakkan hukum juga menjadi satu hal yang memiliki arti yang super penting.
Agar
sukses tangkal narkoba paripurna, tentunya akan elok jika terbangun dari unsur
keseimbangan dua pendekatan. Nah, dalam konteks penanggulangan masalah narkoba,
ada dua pendekatan penting yang harus diseimbangkan. Pertama, langkah
mengurangi pasokan (supply reduction)
dengan cara memberantas jaringan, dan kedua mengurangi permintaan (demand reduction),
yaitu dengan cara mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba, dan memulihkan
para penyalah guna narkoba yang terlanjur
“Pencegahan Berakar Gerakan Rakyat Hebat”
-Anang Iskandar-
Mencermati
ungkapan Kepala BNN di atas, penulis menyimpulkan betapa pentingnya sebuah
upaya pencegahan dan rehabilitasi yang lebih dahsyat yang berakar dari
gerakan rakyat yang superhebat. Jika
dilihat dari segi kekuatan potensi, maka upaya pencegahan dan rehabilitasi di
tengah rakyat harusnya bisa lebih menggema
dan dalam tanda kutip bisa lebih meledak ledak.
Harus
disadari betul, rakyat memegang porsi yang cukup tinggi dalam konteks mencegah dan juga mengobati.
Fakta memang tak bisa dibantahkan,
jumlah rakyat non aparat saja pastinya akan sangat jauh lebih banyak dibandingkan kalangan aparat atau pejabat.
Sehingga potensi untuk melakukan pencegahan dan juga
rehabilitasi harusnya bisa menjadi modal yang sangat berharga untuk menggerus
bisnis haram sindikat dalam dimensi yang berbeda.
Pencegahan
bisa dilakukan semua orang, tua, muda, ormas, komunitas atau apapun bentuk
elemen lainnya bisa turut memberikan kontribusi. Begitu juga dengan mengobati
atau rehabilitasi, unsur masyarakat juga bisa menjadi partner pemerintah dalam
rangka memulihkan para penyalah guna narkoba. Masyarakat bisa berperan sebagai
penjemput bola yang membantu mengirim penyalah guna untuk dapatkan layanan
pengobatan, dan juga bisa berperan dalam memberikan layanan pemulihan kepada
mereka (penyalah guna-red) yang membutuhkan.
Gerakan
seperti ini disadari betul belum muncul secara masif dan merata di seantero
nusantara. Banyak orang yang belum melek betul bahaya yang mengintai mereka.
Namun, perlahan tapi pasti, sudah banyak anak bangsa yang menempuh langkah
besar di wilayahnya untuk memberikan informasi kepada ribuan orang tentang
bahaya narkoba, sekaligus menjemput ke sarang pengguna dan mengajaknya untuk
tobat dan segera berobat dengan cara rehab.
Perlu
menjadi catatan, jika gerakan rakyat menolak narkoba sudah mengakar, dan para
penyalah guna narkoba makin banyak yang pulih dan sadar, maka pasar narkoba
juga perlahan akan makin loyo dan gulung tikar. Karena siapa lagi yang akan
mengonsumsi? Jika kondisi demikian, pangsa pasar akan lenyap, dan bandar
“megap-megap”.
Karena
itulah, jika seluruh rakyat di nusantara terbakar
semangatnya untuk mencegah dari rayuan sindikat dan menolong sesamanya yang
masih terjebak dalam pelukan sindikat, maka secara otomatis akan menambah
sempurna langkah aparat yang sedang berjuang membasmi pada sindikat hingga mereka
sekarat dan segera minggat.
Comments
Post a Comment