Masyarakat kembali
disuguhkan berita kurang sedap. Seorang pemain sinetron muda, Eza Gionino harus
berurusan dengan aparat karena kedapatan madat. Eza, diamankan petugas saat
mengonsumsi barang haram bernama sabu.
Kasus seperti ini sudah yang kesekian kalinya mendera kalangan
selebritis, dan tentu saja ini membuat miris. Idola rakyat lagi-lagi terjerat
umpan sindikat. Endingnya, masyarakat geleng-gelang kepala. Penonton kecewa.
Sepertinya, narkoba
di tengah kaum pesohor publik tak pernah ada habisnya. Beberapa waktu lalu,
kita tahu Vitalisa Sesha juga tersandung kasus serupa, yakni penyalahgunaan
narkoba. Bersamaan dengan kasus Eza, masyarakat juga dibuat geleng-geleng
kepala, saat seorang cucu mantan menteri di era orde baru ketangkap sedang
pesta narkoba bersama dua rekannya.
Pertanyaannya,
mengapa narkoba telah menjelma bak sebuah pusaran kuat yang bisa menarik keras
siapa saja yang berada di dekatnya. Jika dilihat dari konteks profesi,
selebritis tentu bisa dikatakan hanya sebagian kecil dari total populasi negeri
ini. Namun, komunitas ini memiliki pengaruh yang luar biasanya pada ratusan
juta jiwa penduduk republik tercinta ini.
Figur selebritis
sanggup menyihir jutaan penggemarnya. Perilaku meniru dan mencontoh adalah
konsekuensi yang tidak bisa terhindarkan ketika seseorang telah menempatkan
sang idola jadi role modelnya.
Tentu ini harus
menjadi perhatian besar untuk kalangan pesohor publik bahwa mereka secara tidak
langsung akan selalu diperhatikan dari segala tindak tanduk dan perilaku.
Hal terpenting yang
harus disadari, selebriti juga harus waspada dengan segala bentuk ancaman yang berbungkus
manis berwajah rayuan. Tampak bersahabat
tapi menjerat. Tampak imut tapi bisa merenggut maut. Ya, kita sebut itu namanya
narkotika yang bisa dikemas dalam bentuk rupa-rupa. Jebakan itu bisa di mana
saja, bisa berawal dari kongkow teman, atau karena beratnya beban pekerjaan.
Semua bisa terjadi. Begitu cepat, begitu jahat.
Bicara soal
pertemanan, tentu saja kalangan selebritas itu biasanya memiliki jejaring yang
cukup luas. Mereka bisa membaur dengan banyak kalangan lainnya yang sama-sama
punya kelas. Satu faktor ini, dilihat bandar sebagai keuntungan besar. Karena
bagi mereka, lingkaran ini menjadi pasar yang cukup gebyar. Tak heran, bandar
terlihat tak pernah malas mengatur distribusi narkotika dari berbagai negara di
belahan dunia agar narkoba bisa ditebar di mana-mana.
Ingat, ratusan
kilogram sabu dan berton-ton ganja yang beredar membuktikan bahwa di sini ada
pasar yang begitu besar. Dari sekian banyak kalangan penikmat, selebriti salah
satunya. Bandar selalu senang hati mengguyur narkoba kepada segelintir
selebriti, karena jelas, mereka punya penghasilan yang cukup tinggi. Kesenangan
semu digelontorkan, padahal harta
kekayaan mereka dirampok secara perlahan. Banyak artis yang terjebak narkoba
akhirnya harus bertahan dengan kondisi yang sangat cekak. Bahkan ada artis yang
akhirnya tak mampu melanjutkan karirnya dan melempar handuk putih dari dunianya
dalam kondisi cukup menyedihkan.
Namun, jangan lupa,
bahwa tak hanya selebritis dengan fulus besar saja yang jadi bidikan para
bandar. Selebritis pas-pasan pun bisa jadi dijadikan mangsa bagi mereka.
Pas-pasan, dalam artian, secara ekonomi mengalami defisit atau juga daya
pesonanya di depan kamera yang kian terlupakan. Di sinilah para bandar
memainkan jurusnya. Bandar mengutus para pengedarnya untuk mendatangi
orang-orang seperti ini. Mereka datang seolah membawa sebuah obat mujarab yang
bisa meningkatkan percaya diri, dan seolah bisa memancarkan kembali pesona yang
dianggap sudah sirna. Tanpa sadar narkoba narkoba membuat mereka tersesat.
Bandar memang tak
pernah kehabisan akal dan tak pernah kekeringan kreasi. Mereka paham betul,
kalangan selebriti adalah insan seni yang punya tanggung jawab besar memberikan
hiburan pada publik. Seorang selebriti yang harus pergi pagi pulang pagi tentu
saja membutuhkan fisik yang begitu kuat agar tetap bisa memikat di depan
panggung ataupun layar kaca. Mereka harus terlihat segar meski badan terasa
ambyar. Di sinilah para penjahat narkoba melihat celah yang besar. Mereka
datang seolah-olah telah menjelma menjadi dokter yang paham bagaimana membuat
badan semakin seger. Mereka tawarkan narkoba jenis a, b dan sebagainya, dengan
iming-iming khasiat hebat membuat badan lupa akan sakit dan lelah. Tanpa sadar
pula akhirnya narkoba memanipulasi fungsi tubuh mereka, menggerogoti mereka,
dan bisa saja mengubah sebuah pribadi yang mereka sendiri tak pernah kenali.
Tak salah jika Presiden
RI begitu khawatir dan peduli dengan perkembangan masalah narkoba dewasa ini.
Ingat, empat juta orang sudah terlanjur mengonsumsi. Jika tak ada upaya serius,
mau jadi apa negeri ini.
Ketika tersiar kabar
seorang pesohor publik kedapatan mengonsumi narkoba, masyarakat tentu banyak
yang geram, kesal, kecewa atau beragam ekspresi lainnya. Lantas, dua jenis
opini pun terlontar dari mereka seperti , “penjarakan saja agar dia jera, lalu ada pula yang
bersuara “Kenapa tidak direhab saja”.
Perbedaan pandangan
ini harus diluruskan. Pencerahan wajib dihadirkan di tengah masyarakat, tentang
bagaimana mereka yang sudah terlanjur jadi penyalah guna narkoba itu ditangani
secara benar, profesional dan juga proporsional.
Saat ini, paradigma
penanganan penyalahgunaan narkoba sudah miliki wajah baru. Penyalah guna yang
tertangkap aparat seyogyanya mendapatkan kesempatan untuk menjalani asesmen
terpadu agar ia bisa digolongkan, apakah termasuk ke dalam kategori pecandu ? Ataukah memang ia
benar-benar terlibat dalam jaringan penjahat narkoba.
Jika mereka sudah
mendapatkan hasil dari asesmen terpadu ini dan hasilnya mereka itu pecandu,
jelas mereka tak boleh menginap berlarut-larut di balik jeruji besi penjara,
karena mereka harus direhabilitasi agar kembali bisa berguna di tengah
masyarakat.
Menempelkan cap
penjahat pada penyalah guna tak selesaikan masalah. Mereka perlu dipulihkan
dari sakitnya yang bernama adiksi. Tentu saja idealnya diganjar dengan
rehabilitasi, tak peduli latar belakang mereka, baik orang biasa maupun
selebriti.
Comments
Post a Comment