Awalnya saya cuek saja ketika melewati saluran-saluran tv saat prime time, yang notabene menampilkan sinetron-sinetron yang dibintangi anak-anak. Katanya sih ini sinetron anak, tapi kok lama-lama, mata dan kuping saya gatal, dan sulit untuk tidak memberikan reaksi..
Jika kuping dan mata saya bisa bicara, mungkin mereka akan bilang "stopppppppppppppppp sinetron kacangan seperti itu". Namun id dan ego, saya musti berdamai dulu dengan superego saya, dan menurunkan tensi logika beberapa level guna menempatkan isu ini seobjektif mungkin.
Isunya adalah tentu saja sinetron-sinetron yang bertema bola..(tapi saya tidak akan menyebut merek) anda pasti tau itu ya. Selain itu ada juga sinetron anak-anak yang sok jagoan itu, yang hidup di lingkungan yang serba jagoan, dan selalu berlaga jagoan (lagi-lagi saya tidak akan menyebut merk). Saya akan mengkritisi dua saja, karena kebetulan sinetron yang saya bahas ini berada dalam prime time. Di jam seperti ini, banyak saya yakin ratingnya cukup tinggi, karena di jam-jam ini rawan pengawasan. Orang tua yang bekerja,pastinya masih merasakan lelah penat abis diomelin bos atau pulang kejebak macet, dan lebih mengutamakan minum teh atau kopi, ketimbang memeriksa saluran apa yang ditonton anak-anak.
Para orang tua sepertinya harus mulai memproteki apa yang mereka tonton. Sinetron yang melibatkan bola-bola melulu sama sekali tidak memberikan pesan-pesan moral yang bisa jadi suplemen motivasi bagi anak-anak. Yang masuk ke dalam alam pikiran anak-anak hanyalah bagaimana mereka bisa maen bola dengan cara terbang, atau maen bola dengan cara saling membenci...Apakah ini pesan yang ingin disampaikan oleh produser? naif sekali jika unsur khayalan tinggi yang jadi dagangan utama, padahal hal ini sangat merasuki alam pikiran anak-anak yang notabene sangat mudah dipengaruhi....
Jika ingin merangsang orang Indonesia yang gila bola, masih banyak cara yang bisa disampaikan agar edukasi dengan entertaintment itu dapat bersinergi dan menjadi nyawa kuat. Anak-anak pun dapat terinspirasi dengan nilai-nilai yang masuk akal, realistis tapi tidak melupakan unsur dramatisasinya.
Terus satu lagi tuh, untuk sinetron yang mengedepankan kejailan dan keisengan dan ngegank dan berlaga jagoan lagi..duuuuh, apakah ini potret sosial masa kini? jika itu pun hanya mereka realitas sosial yang ada, gak bagus juga lah kalo menggelontorkan begitu saja realitas kedalam cerita.
Di sinilah pentingnya dramatisasi..jadi tidak harus selalu mengedepankan realitas, tapi juga tidak melebih-lebihkan realitas..
Lagi-lagi saya tekankan, unsur pendidikan sangat penting diintegrasikan dengan cerita. Value itu ibarat bumbu dapur yang akan bisa menyatu dengan bahan-bahan masakan apa pun..
Jika kuping dan mata saya bisa bicara, mungkin mereka akan bilang "stopppppppppppppppp sinetron kacangan seperti itu". Namun id dan ego, saya musti berdamai dulu dengan superego saya, dan menurunkan tensi logika beberapa level guna menempatkan isu ini seobjektif mungkin.
Isunya adalah tentu saja sinetron-sinetron yang bertema bola..(tapi saya tidak akan menyebut merek) anda pasti tau itu ya. Selain itu ada juga sinetron anak-anak yang sok jagoan itu, yang hidup di lingkungan yang serba jagoan, dan selalu berlaga jagoan (lagi-lagi saya tidak akan menyebut merk). Saya akan mengkritisi dua saja, karena kebetulan sinetron yang saya bahas ini berada dalam prime time. Di jam seperti ini, banyak saya yakin ratingnya cukup tinggi, karena di jam-jam ini rawan pengawasan. Orang tua yang bekerja,pastinya masih merasakan lelah penat abis diomelin bos atau pulang kejebak macet, dan lebih mengutamakan minum teh atau kopi, ketimbang memeriksa saluran apa yang ditonton anak-anak.
Para orang tua sepertinya harus mulai memproteki apa yang mereka tonton. Sinetron yang melibatkan bola-bola melulu sama sekali tidak memberikan pesan-pesan moral yang bisa jadi suplemen motivasi bagi anak-anak. Yang masuk ke dalam alam pikiran anak-anak hanyalah bagaimana mereka bisa maen bola dengan cara terbang, atau maen bola dengan cara saling membenci...Apakah ini pesan yang ingin disampaikan oleh produser? naif sekali jika unsur khayalan tinggi yang jadi dagangan utama, padahal hal ini sangat merasuki alam pikiran anak-anak yang notabene sangat mudah dipengaruhi....
Jika ingin merangsang orang Indonesia yang gila bola, masih banyak cara yang bisa disampaikan agar edukasi dengan entertaintment itu dapat bersinergi dan menjadi nyawa kuat. Anak-anak pun dapat terinspirasi dengan nilai-nilai yang masuk akal, realistis tapi tidak melupakan unsur dramatisasinya.
Terus satu lagi tuh, untuk sinetron yang mengedepankan kejailan dan keisengan dan ngegank dan berlaga jagoan lagi..duuuuh, apakah ini potret sosial masa kini? jika itu pun hanya mereka realitas sosial yang ada, gak bagus juga lah kalo menggelontorkan begitu saja realitas kedalam cerita.
Di sinilah pentingnya dramatisasi..jadi tidak harus selalu mengedepankan realitas, tapi juga tidak melebih-lebihkan realitas..
Lagi-lagi saya tekankan, unsur pendidikan sangat penting diintegrasikan dengan cerita. Value itu ibarat bumbu dapur yang akan bisa menyatu dengan bahan-bahan masakan apa pun..
Comments
Post a Comment