Alkisah di sebuah tempat, seorang bos memanggil seluruh anak buahnya untuk rapat. Dag dig dug dag dig derrrr, dicampur dengan muka asem, seluruh anak buah ini saling bertanya-tanya.
Si X bilang, "Aduuuuuuh apa lagi sih, rapat lagi rapat lagi".
sementara itu, temannya yang lain dengan muka asem cenderung pahit menimpalinya dengan pertanyaan yang sama....
Lalu terjadilah rapat...
15 menit pertama, rapat berlangsung tempo tinggi dan cenderung meledak-ledak, seperti Hitler yang marah-marah karena pasukannya mati gara-gara menggigil tak kuasa melawan salju, lalu dihabisi tentara Rusia yang tahan salju berkat sepatu Valenki nya.
Masuk ke menit ke 30, suasana masih panas, dan seluruh peserta rapat mukanya semakin berlipat-lipat layaknya lemak yang ada di tubuh orang gendut obesitas.
Ternyata rapat bukanlah menyusun ide konstruktif untuk mengevaluasi atau memperbaiki keadaan, atau untuk merencanakan strategi kegiatan yang lebih prima, akan tetapi rapat sudah menjadi lahan killing field, di mana setiap orang dapat giliran dicaci, dihina, dibunuh (karakternya)...
Ini 2013 kawan, hal ini masih jadi pakem yang terus-terusan dipakai oleh segelintir orang.
setelah hampir masuk dua jam penghinaan dan juga tekanan terus-terusan digelontorkan, masuk ke menit 121, baru pembicaraan berangsur mencair. Sudah mulai ada joke joke garing yang dicetuskan. Tapi tetap saja, ibarat sudah tertusuk paku, meski darahnya berhenti mengalir, tapi tetap saja rasa nyeri dan nyut-nyutan masih kerasa dengan sangat pasti...
Inilah potret birokrasi diktator, sok militarisme, dan anehnya terus-terusan dijadikan formulasi dalam roda kerja. Jika dihitung dari intensitasnya, dalam satu minggu saja ada 3 atau empat kali rapat killing field begini, dengan durasi di atas 3 jam, maka ada berapa banyak waktu yang dihabiskan sia-sia.
Mekanisme kerja harus dibuat enjoy dan fun. Apalagi bergerak di bidang kreatif, butuh energi yang besar untuk menyalurkan segala potensi dan juga skill. Komando satu arah dengan penuh tekanan sudah bukan lagi jamannya, apalagi jika sampai mengatakan hal-hal yang kasar.
Manusia itu punya rasa punya hati, tidak seperti batu atau tembok yang bisa dihantam tapi tetap tak berubah. Manusia hanya butuh sentuhan hati, dan perkataan yang elegan...
Tidak perlu membuat analogi dengan pengalaman sendiri atau keluarga sendiri, karena hanya subjektivitas yang sempit dan membuat pendengarnya gatal kuping. Jika ingin memotivasi orang lain, maka ukurlah diri sendiri dulu, kaji diri secara kontemplatif, dan asah diri dengan kebijakan. Standarisasi diri dengan pencapaian pangkat atau jabatan bukan hal yang tepat, itu hanya side effect yang jadi inventaris pencapaian diri, tapi bukan mutlak jadi tolak ukur yang kuat untuk percontohan pada diri orang lain.
Banyak yang mengeluh, "kenapa ya kita tidak bisa menerima input atau wejangan positif dari orang itu?" ..ya kalau menurut saya, memang motivasi yang tepat harus datang dari orang yang punya kapasitas yang tepat juga....JIka orang itu tidak bisa diterima dengan baik, meski ceramah terus-terusan memang pasti ada yang salah dengan dirinya....
So, kawan, tetaplah pada keyakinan hati untuk selalu melangkah...........
Si X bilang, "Aduuuuuuh apa lagi sih, rapat lagi rapat lagi".
sementara itu, temannya yang lain dengan muka asem cenderung pahit menimpalinya dengan pertanyaan yang sama....
Lalu terjadilah rapat...
15 menit pertama, rapat berlangsung tempo tinggi dan cenderung meledak-ledak, seperti Hitler yang marah-marah karena pasukannya mati gara-gara menggigil tak kuasa melawan salju, lalu dihabisi tentara Rusia yang tahan salju berkat sepatu Valenki nya.
Masuk ke menit ke 30, suasana masih panas, dan seluruh peserta rapat mukanya semakin berlipat-lipat layaknya lemak yang ada di tubuh orang gendut obesitas.
Ternyata rapat bukanlah menyusun ide konstruktif untuk mengevaluasi atau memperbaiki keadaan, atau untuk merencanakan strategi kegiatan yang lebih prima, akan tetapi rapat sudah menjadi lahan killing field, di mana setiap orang dapat giliran dicaci, dihina, dibunuh (karakternya)...
Ini 2013 kawan, hal ini masih jadi pakem yang terus-terusan dipakai oleh segelintir orang.
setelah hampir masuk dua jam penghinaan dan juga tekanan terus-terusan digelontorkan, masuk ke menit 121, baru pembicaraan berangsur mencair. Sudah mulai ada joke joke garing yang dicetuskan. Tapi tetap saja, ibarat sudah tertusuk paku, meski darahnya berhenti mengalir, tapi tetap saja rasa nyeri dan nyut-nyutan masih kerasa dengan sangat pasti...
Inilah potret birokrasi diktator, sok militarisme, dan anehnya terus-terusan dijadikan formulasi dalam roda kerja. Jika dihitung dari intensitasnya, dalam satu minggu saja ada 3 atau empat kali rapat killing field begini, dengan durasi di atas 3 jam, maka ada berapa banyak waktu yang dihabiskan sia-sia.
Mekanisme kerja harus dibuat enjoy dan fun. Apalagi bergerak di bidang kreatif, butuh energi yang besar untuk menyalurkan segala potensi dan juga skill. Komando satu arah dengan penuh tekanan sudah bukan lagi jamannya, apalagi jika sampai mengatakan hal-hal yang kasar.
Manusia itu punya rasa punya hati, tidak seperti batu atau tembok yang bisa dihantam tapi tetap tak berubah. Manusia hanya butuh sentuhan hati, dan perkataan yang elegan...
Tidak perlu membuat analogi dengan pengalaman sendiri atau keluarga sendiri, karena hanya subjektivitas yang sempit dan membuat pendengarnya gatal kuping. Jika ingin memotivasi orang lain, maka ukurlah diri sendiri dulu, kaji diri secara kontemplatif, dan asah diri dengan kebijakan. Standarisasi diri dengan pencapaian pangkat atau jabatan bukan hal yang tepat, itu hanya side effect yang jadi inventaris pencapaian diri, tapi bukan mutlak jadi tolak ukur yang kuat untuk percontohan pada diri orang lain.
Banyak yang mengeluh, "kenapa ya kita tidak bisa menerima input atau wejangan positif dari orang itu?" ..ya kalau menurut saya, memang motivasi yang tepat harus datang dari orang yang punya kapasitas yang tepat juga....JIka orang itu tidak bisa diterima dengan baik, meski ceramah terus-terusan memang pasti ada yang salah dengan dirinya....
So, kawan, tetaplah pada keyakinan hati untuk selalu melangkah...........
Comments
Post a Comment