Perjalanan mudik kali ini memang terasa berbeda, karena pertama, saya menjalani mudik di dua tempat yaitu di Ciamis dan juga di Solo. namun satu hal yang masih tetap sama adalah cara bagaimana sampai di tempat tersebut, yaitu menggunakan moda transportasi kereta.
Perjalanan mudik diawali pada tanggal 23 Juni, pada Jumat pagi, dengan menggunakan jenis kereta api Serayu Pagi, jurusan Jakarta-Purwokerto. Sebelum beranjak ke kereta, saya menyempatkan diri dulu untuk mengembalikan tiket yang tidak terpakai.
Arti Toleransi
Saat akan mengembalikan tiket yang tidak akan saya pakai, tampak orang mengantri di loket. Saat itu saya kebagian antri nomor 118, dan bagi saya ini cukup menguras energi kesabaran karena jam 9.15 saya harus segera berangkat, tapi sampai dengan pukul 7.30 antrian baru sampai nomor 50-an. Dalam hati saya, ya sudah jika memang bukan rezeki saya akan lepas aja tu tiket, tanpa dikembalikan, meski dalam hati pula, lumayan lho jika itu nanti dapat pengembalian saya bisa beli sepatu tactical yang baru, hehee.
Segera saya memutar otak untuk sok akrab dengan beberapa orang. Tujuannya adalah jika memang ada nomor antrian yang lebih kecil, saya akan coba melobi agar bisa bertukar nomor antrian. Satu persatu percakapan saya lakukan, dan mencair, nah di situlah saya coba untuk mencari peruntungan untuk menukar tiket. Tapi rupanya hal ini belum membuahkan hasil dari hasil percakapan dengan tiga orang yang memegang nomor antrian yang lebih kecil dari saya.
akhirnya saya memberanikan diri untuk meminta maaf pada orang sekitar bahwa kereta saya akan berangkat dan saya ingin mengembalikan tiket. Di situlah, saya melihat nilai toleransi tinggi, karena semua orang yang ada di sekitar saya memberikan antriannya pada saya agar segera melakukan penukaran tiket.
Alhamdulillah, penukaran tiket berhasil dan saya bisa segera beranjak masuk ke kereta api tepat waktu dan segala urusan menjadi dipermudah...
begitulah kawan-kawan, masih banyak hati baik yang menyelimuti warga yang akan berangkat mudik....
Perjalanan mudik diawali pada tanggal 23 Juni, pada Jumat pagi, dengan menggunakan jenis kereta api Serayu Pagi, jurusan Jakarta-Purwokerto. Sebelum beranjak ke kereta, saya menyempatkan diri dulu untuk mengembalikan tiket yang tidak terpakai.
Arti Toleransi
Saat akan mengembalikan tiket yang tidak akan saya pakai, tampak orang mengantri di loket. Saat itu saya kebagian antri nomor 118, dan bagi saya ini cukup menguras energi kesabaran karena jam 9.15 saya harus segera berangkat, tapi sampai dengan pukul 7.30 antrian baru sampai nomor 50-an. Dalam hati saya, ya sudah jika memang bukan rezeki saya akan lepas aja tu tiket, tanpa dikembalikan, meski dalam hati pula, lumayan lho jika itu nanti dapat pengembalian saya bisa beli sepatu tactical yang baru, hehee.
Segera saya memutar otak untuk sok akrab dengan beberapa orang. Tujuannya adalah jika memang ada nomor antrian yang lebih kecil, saya akan coba melobi agar bisa bertukar nomor antrian. Satu persatu percakapan saya lakukan, dan mencair, nah di situlah saya coba untuk mencari peruntungan untuk menukar tiket. Tapi rupanya hal ini belum membuahkan hasil dari hasil percakapan dengan tiga orang yang memegang nomor antrian yang lebih kecil dari saya.
akhirnya saya memberanikan diri untuk meminta maaf pada orang sekitar bahwa kereta saya akan berangkat dan saya ingin mengembalikan tiket. Di situlah, saya melihat nilai toleransi tinggi, karena semua orang yang ada di sekitar saya memberikan antriannya pada saya agar segera melakukan penukaran tiket.
Alhamdulillah, penukaran tiket berhasil dan saya bisa segera beranjak masuk ke kereta api tepat waktu dan segala urusan menjadi dipermudah...
begitulah kawan-kawan, masih banyak hati baik yang menyelimuti warga yang akan berangkat mudik....
Comments
Post a Comment